Jumat, Februari 13, 2009

MENJAGA HATI

Akhirnya bisa juga aku berbaring dengan nyaman setelah seharian bekerja dan mengantar anak-anak latihan koor di Widodaren.
Dengan sedikit mengantuk, aku teringat pengalaman tadi sepulang latihan koor. Sebelum pulang ke rumah, aku, suami tercintaku dan anak-anak memutuskan mampir makan dulu karena perut sudah mulai keroncongan … maklum .. waktu berangkat tadi belum sempat makan malam ..

Pilihan jatuh pada salah satu resto fast food yang terkenal di Jalan Darmo, setelah memesan makanan aku pergi ke toilet, begitu pintu toilet kubuka, wah… yang menyambut adalah bau yang luar biasa tidak enak dan menusuk hidung , aku lihat ke dalam dan .. ya ampun jorok sekali .. tissue berserakan di lantai, air menggenang di lantai .. tempat duduk WC kotor .. langsung surut keinginanku untuk meneruskan niat di toilet itu ..

Aku bukan tipe orang yang bersih sekali, maksudku .. aku menyadari kalau toilet di tempat umum pasti tidak sebersih di rumah sendiri , tapi untuk kali ini .. aku benar2 tidak tahan ..
Jadilah aku ngomel panjang lebar dan kehilangan selera makan, karena menurut penilaianku seharusnya resto setenar itu tidak boleh mempunyai toilet yang super duper jorok .. meskipun toilet adalah tempat yang jarang dikunjungi tapi itu adalah suatu kesatuan dari resto itu sendiri.

Aku jadi membandingkan kondisi resto tersebut dengan diriku sebagai manusia, apakah aku sudah memperlihatkan suatu kesatuan antara “penampilan luar” dengan “isi hati” dalam keseharianku.
Karena bisa jadi, seseorang hanya memperhatikan tampilan luar saja , berpura-pura baik karena hal itu adalah yang sering dilihat oleh orang lain .. tapi di dalam hati tidak demikian , di dalam hatinya berbeda 180 derajat dengan tampilan luar karena merasa bahwa apa yang ada dalam hati tidak bisa dilihat orang lain ..

Tapi seandainya tiba-tiba Tuhan datang menengok hati kita, apa yang akan terjadi. Bagaimana kalau Tuhan kehilangan selera terhadap kita? Aku tidak berani membayangkan seandainya hal tersebut benar2 terjadi.

Malam ini aku diingatkan bahwa aku harus berusaha semaksimal mungkin menjaga kesatuan jasmani dan rohaniku , supaya kalau sewaktu2 Tuhan datang menjenguk hatiku , paling tidak hatiku tidak sejorok toilet di resto terkenal tadi ….

Thanks God for that moment…………

By Liliana

PENTINGNYA UNGKAPAN HATI

Tadi pagi ada sesuatu yang mengusik hatiku, saat suami tercintaku membaca kartu ucapan selamat hari ibu yang dikirim anak-anak untukku, dia berkomentar, “ bukannya iri hati, tapi di kartu itu tidak satupun kata atau kalimat yang menyebutkan bahwa anak-anak mencintai papa”. Aku menjawab karena tema dari kartu tersebut adalah hari ibu, yang diungkapkan adalah rasa sayang mereka kepada mamanya.

Tapi komentar suami tercintaku itu menjadi sesuatu yang aku renungkan ..

Kadang - kadang dalam sebuah keluarga, anggota keluarga bisa lupa bahwa suatu perasaan, baik itu sayang, bangga, senang bahkan mungkin kesedihan atau kemarahan perlu diekspresikan dalam bentuk suatu pengakuan langsung, bukan hanya dengan tindakan. Memang tidak semua orang bisa mengungkapkan apa yang ada di hatinya dalam bentuk kata-kata, tapi pengungkapan itu kan tidak selalu harus dengan kalimat yang panjang lebar atau dengan dibentuk seperti puisi yang indah.

Komentar singkat suami tercintaku menjadi PR bahwa di dalam keluargaku harus dibudayakan ( he..he..he.. kayak program serius saja ) mengenai pengungkapan perasaan. Kalau bangga terhadap salah satu anggota keluarga, katakan saja “ aku bangga sama kamu “. Bila ingin berkata sayang, nggak perlu malu-malu to say I love you. Nah, kalau lagi sebel, bilang saja kalau sebel karena bla…bla..bla.. . Sederhana kan………..

Semoga dengan adanya keterbukaan dalam mengungkapkan perasaan , suasana di dalam keluarga bisa menjadi lebih hidup dan indah , bukankah selalu diajarkan bahwa lingkup terdasar yang harus kita benahi dulu adalah keluarga kita sendiri. Kalau hidup di keluarga kita sudah begitu indah, kurasa pasti akan terbawa ke lingkungan yang lebih luas di luar keluarga.

by Liliana