Rabu, Maret 23, 2011

MUDIKA

Stasi-stasi Perjuangan Kaum Muda

Awal 1900an

Rm Van Lith mendirikan HIK (Sekolah Guru Katolik) di Muntilan untuk mendidik orang-orang muda sebagai guru bagi bangsanya. Lahirlah generasi pertama intelektual Katolik Indonesia. Frans Seda adalah generasi terakhir yang langsung dididik Rm. Van Lith.

1923

Agustus, 30 orang guru muda berusia 22-23 tahun alumni sekolah guru mendirikan Perkumpulan Katolik untuk aksi politik bagi orang-org Jawa. Jumlah orang di Jawa saat itu sekitar 10.000 orang.

1925

Februari, berdiri Perkumpulan Politik Katolik Jawa.

1930

Organisasi politik umat Katolik yang dimotori orang-orang muda bersatu dalam Persatian Politik Katolik Indonesia. Ada 41 cabang di seluruh Indonesia.

1930-1949

ada banyak sekali komunitas kaum muda Katolik, mulai dari Muda Katolik, Muda Wanita Katolik, Pandu Katolik, misdinar, hingga kelompok-kelompok olahraga gereja.

15 November 1945

Lahir AMKRI, Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia

1948-1950

Kasimo Plan, IJ Kasimo, Menteri Muda Kemakmuran, Ketua Partai Katolik, meluncurkan program tiga tahun untuk peningkatan produksi pertanian

1949

7-12 Desember, dilaksanakan Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia, Terjadi penyatuan semua ormas Katolik ke dalam satu organisasi tunggal untuk tiap satu kelompok umat. Partai Katolik menjadi partai satu-satunya bagi umat katolik Indonesia. Muda Katolik Indonesia muncul menngantikan AMKRI sebagai satu-satunya organisasi untuk kaum muda, tetapi Pandu Katolik masih dipertahankan.

Muda Katolik Indonesia semula berorientasi ke dalam paroki, seperti Mudika saat ini, tetapi juga terlibat dalam forum pemuda nasional dan regional.

Desember 1949

Pemuda Munajat, pemuda Katolik, menjadi satu-satunya utusan organisasi pemuda yang ikut dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda, ia mewakili Mgr Sugiyopranata, SJ, yang memegang peran kunci dalam lobby politik di negeri Belanda melalui partai Katolik Belanda di parlemen.

1950an

Gerakan Pancasila dirintis. Gerakan ini inisiatif dari Mgr. Soegijapranata sebagai counter dominasi ideologi pada kehidupan masyarakat (dikemudian hari pola ini dipakai untuk membuat sekber Golkar). Gerakan Pancasila terdiri dari berbagai organisasi (nelayan, petani, paramedik, usahawan) yang masing-masing otonom dan diikat oleh adanya penasihat susila. Penasihat susila ini adalah 'pasukan khusus' Soegijapranata dan terdiri dari pastor-pastor muda: Kadarman, Dikjstra, Daniels, Beek, belakangan Melchers dan Albrecht juga.

Gerakan Pancasila dalam perkembangannya bertransformasi menjadi beragam organisasi termasuk Bina Swadaya dan CU. Para penasihat susila mengembangkan lembaga sesuai minatnya. Kadarman mendirikan PPM dan mendorong Atma Jaya dan Bhumiksara, Daniels membangun Sanggar Pratiwi dan Kompas, Dikjstra bergerak di pedesaan dengan membangun Bina Swadaya dan Bina Desa, Beek dengan CSIS, Melchers meneruskan Purba Danarta yang ditinggal Dikjstra, Albrecht mengembangkan CU dan terakhir berkarya di Timtim.

1955

Karena situasi politik MKI merubah orientasi dari dalam ke luar, ke bentuk-bentuk kegiatan sosial kemasyarakatan.

1960

Juli, Muda Katolik Indonesia dalam kongres di Solo berubah menjadi Pemuda Katolik atas usul Munajat.

1960an

Pater Beek merintis kaderisasi politik KASBUL untuk mahasiswa/intelektual muda Katolik untuk menghasilkan kader-kader yang militan. Generasi ini memunculkan tokoh-tokoh politik Katolik seperti JB. Sumarlin, Cosmas Batubara, Harry Tjan Silalahi, Wanandi bersaudara, dan lain-lain.

1965

Melawan komunisme, Pemuda Katolik dan PMKRI memegang peran kunci dalam pergerakan pemuda. PMKRI di kota besar dan di lingkaran kekuasaan, PK di desa-desa dan kota kecil, di lingkaran massa. PMKRI bersama HMI lenjadi leader dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), Pemuda Katolik dan ISKI (Ikatan Siswa Katolik Indonesia) lader dalam KASI (Kesatuan Aksi Siswa Indonesia), sementara Partai katolik menggalang Front Pancasila, dan WKRI memimpin Kesatuan Aksi Wanita Indonesia. Untuk membendung komunisme dengan dukungan hirarkhi para tokoh katolik membentuk Front Katolik Tanpa Lubang.

1973

Muncul UU Kepartaian. Partai Katolik sebagai payung bersama peran sosial politik kemasyarakatan umat Katolik pun hilang melebur ke dalam Partai Demokrasi Indonesia. Akibatnya kerangka sistem peran sosial politik Katolik Indonesia yang dibangun dalam KUKSI 1949 pun runtuh.

1974

Peran sosial politik kaum muda Katolik masih sangat terasa di tanah air, ini nampak dalam Kongres KNPI pertama 27 Okt 1974, PMKRI dan Pemuda Katolik menjadi delegasi yang mewakili hampir 50 % delegasi KNPI propinsi/kabupoaten dari seluruh Indonesia. Setelah itu mulai terjadi penurunan dinamika dengan cepat.

1970-1980an : SPIRITUALITAS

Bentuk-bentuk pendampingan seperti Choice, Karismatik, Anthiokhia mulai bermunculan. Di Bandung Gereja Mahasiswa mulai dirintis. Berlangsung Retret Nasional sebanyak 5 angkatan ( ’75, ’76, ’77, ’78, 80) dipsonsori oleh Romo Dahler. Gladi Rohani lahir dari gerakan para alumni Retnas. Pendekatan CIVITA KAJ mulai muncul dan membentuk trend baru pendampingan yang berorientasi spiritualitas dan pengembangan karakter, dengan satu pertanyaan kunci WHO AM I. Muncul pula KASIS (Kaderisasi Basis). Di UGM muncul Misa Kampus dengan motor-motor seperti Hani Handoko dkk.

1985

Karena situasi internal pendampingan kaum muda yang makin lemah serta munculnya UU Keormasan (dalam kerangka depolitisasi Orde Baru) yang melarang ormas ada dalam lingkungan tempat ibadat, diputuskan PMKRI dan PEMUDA KATOLIK terlepas dari struktur teritorial gereja (paroki) dan mengikuti struktur adminstratif negara (desa, kecamatan, kota, kabupaten, dst), serta keduanya berfungsi mengisi peran eksternal gereja (sosial politik), sementara itu sebagai gantinya dibentuklah Mudika untuk kaum muda teritorial, dan KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik) untuk mahasiswa/kategorial. Akibatnya PEMUDA KATOLIK dan PKMRI kehilangan basis massa kader, sementara KMK dan Mudika kehilangan kesadaran kritis dan tanggung jawab sosialnya, tebenam ke dalam dirinya sendiri.

1980-1990an : KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL

Era pola kaderisasi lama berlalu, dari orientasi politik kekuasaan (power) menjadi politik kemanusiaan (pro KLMT). Muncul kelompok-kelompok Katolik muda yang sangat beragam sifatnya, non-hirarkhis, serta berorientasi sosial politik kemasyarakatan. Di Yogya muncul VDC (Volunteer Development Corps), VSSC (Virtus Sociale Study Club), dan SOLID. Model-model live-in, teater rakyat, kelompok diskusi, bahkan pandampingan desa bermunculan. Gemakarya juga muncul (di akhir ‘90an berubah menjadi LSM Cakra Indonesia. Berkembang ITRY (Institut Teater Rakyat Yogyakarta). Peran para frater Jesuit dengan proyek sosial mereka sangat berpengaruh. Gerakan sosial kaum muda Katolik masa ini sangat terinspirasi Teologi Pembebasan. Gerakan Romo Mangun dan karya-karyanya menyemangati banyak orang.Di solo Komunitas seperti Keping (Kelompok Pinggiran) juga tumbuh. Selain itu komunitas yang lebih rohani seperti bengkel Rohani, Bahtera Rohani, Jarkom Pelajar Katolik untuk pertama kali muncul. Dua simpul seni yang dimotori orang muda Katolik muncul di Yogyakarta : teater Introspeksi di Kotabaru oleh Landung Simatupang, Lono Simatupang, Nasarius Sudaryono di Utara, dan teater Gandrik di Yogya Selatan.

1998

Peristiwa Reformasi, peran kaum muda Katolik ada tetapi bersifat personal, bukan hasil pendekatan pendampingan yang tertata, tetapi hasil pencarian individual. Tetapi dua gerakan yang dimotori mahasiswa di dua kampus Katolik di Yogyakarta muncul memegang peran penting dalam gerakan Mei 1998 di Yogyakarta : FAMPERA di Atmajaya dan SOMASI dari USD.

Generasi 2000

Komersialisasi dan pencabutan subsidi pendidikan oleh negara dan tekanan ekonomi menjadikan tekanan studi serta orientasi kerja sangat menonjol, kesadaran dan kerinduan organisasi melemah luar biasa. Di sisi lain, sejak remaja kebudayaan populer yang serba gemerlap, penuh mimpi terus-menerus dijejalkan melalui media massa dan teknologi, ini melahirkan generasi hedonis dan individualis.

Model pelatihan KASBUL berganti menjadi Madha. Model-model komunitas pemerhati kaderisasi bermunculan dan berlangsung di banyak tempat, ada yang lokal ada yang jaringan. ANV dan Justice and Peace merambah kaum muda. Model-model pendaampingan kaum muda terkait spiritualitas juga menguat (Karismatik, KTM). Komunitas Sant Egidio menggabungkan gerakan doa dengan karya langsung di tengah masyarakat. Gladhi mahasiswa kembali bergerak melalui pelatihan CBT.

dari email rekanku, Lilik Krismantoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar